Rabu, 08 September 2010

PhotoGraphy

Mencari Pakem Street Photography
 
By: Victor Lumunon
 
Apa istimewa-nya Street Photography? Pertanyaan ini kadang lewat dikepala saya saat melihat-lihat album foto jalanan; baik yang dibuat oleh para “master” maupun pemotret musiman.
Fotografi Merakyat
Street Photography lebih merakyat ketimbang ranah fotografi lainnya. Anda tidak dituntut memiliki kamera mahal, membayar biaya perjalanan atau menyewa model. Kamera saku dan film murah bisa menemani Anda memotret. Pun Anda cukup keluar kamar dan langsung memotret. Pedestarian adalah “studio” Anda.
Point of Interest
Apa yang harus saya potret? Ini sering menjadi masalah – Point of Interest. Jika boleh mengklasifikasi karya-karya master:
Bresson menitik beratkan pada komposisi dan geometri. Erwitt dan Turpin membubuhi humor dan satir pada karyanya. Martin Parr memotret pendekatan psikologi-sosial.  Robert Frank mencatat kejadian mikro. Bruce Gilden memotret ekspresi manusia kota. Koudelka “melukis” surealis. Trent Parker bermain-main dengan cahaya… Pada akhirnya setiap individu memiliki ciri yang kuat. Untuk menikmati karya mereka, kadang kita harus mengenali pemikiran mereka – dengan kata lain karya-karya foto para master adalah cerminan jati diri. Itu POI-nya.
Dedikasi dan Disiplin
Berhubungan dengan jati diri, Street Photography menuntut dedikasi dan disiplin yang tinggi. Tidak sedikit kita kenal pemotret jalanan yang berdedikasi terus memotret setiap hari: Daido Moriyama dan Winogrand adalah contoh ekstrim. Memotret seperti bagian dari ritual hidup seperti makan dan seks.
Indah?
… tapi apakah Street Photography juga “indah”? Kita lupakan konsep indah yang ditawarkan majalah dan situs web komunitas (model pakaian minim, pemandangan HDR atau HI dengan kabut dan sinar buatan). Street Photography menyajikan keindahan jika pemotret-nya bilang itu “indah”. Seringkali, “indah” dalam SP artinya unik dan berkarakter. Untuk mendapatkan foto seperti ini, jelas pemotret sudah mengatasi masalah teknis maupun masalah kejiwaan.
Eksperimen
Aha! Dengan kabur-nya konsep “indah” di ranah Street Photography, tak ayal pemotret dihadapkan pada kebutuhan: “bereksperimen”.  Terus terang, hal inilah yang justru menguras enerji (dan duit). Saya tahu, banyak pemotret SP yang gonta-ganti kamera/film, eksperimen saat developing dan gonta-ganti POI. Sanking asiknya, hasil foto jadi tidak penting – yang penting eksperimen.
Inilah catatan-catatan saya dalam usaha mencari pakem street photography. Mungkin benar, mungkin nge-lantur. Jadi, tulisan saya ini sangat terbuka untuk didebatkan (atau dianggap sampah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar